Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khutbah Jumat : Hanya Khilafah yang Muliakan Ulama

O

Oleh  : Ust. Wahyudi Ibnu Yusuf
Negara Khilafah adalah Negara yang sangat memuliakan ulama. Karena Negara Khilafah adalah Negara yang menerapkan syariat Islam yang sumber konstitusinya adalah al-Quran dan as-Sunnah. Negara Khilafah juga adalah Negara yang akan melangsungkan dakwah ke penjuru dunia. Dalam dua hal inilah maka peran ulama menjadi sangat strategis. Karenanya hampir mustahil para penguasa (khalifah dan struktur Khilafah yang lain) mengabaikan peran ulama. Sepanjang sejarah Islam para khalifah adalah orang-orang yang dididik oleh para ulama. Saat mereka telah memimpin, mereka senantiasa meminta bimbingan para ulama. Seperti dialog antara Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik (Khalifah era Khilafah Umayyah, menjadi khalifah tahun 96-99 H/715-717 M) dengan Abu Hazim (ulama terkemuka di kota Madinah).
Dalam perjalanan menuju kota Makkah, Sulaiman bin Abdul Malik singgah di kota Madinah. Dia mengutus orang untuk mengundang Abu Hazim. Ketika Abu Hazim tiba, Sulaiman berkata kepadanya: Wahai Abu Hazim, mengapa kita tak menyukai kematian? Abu Hazim menjawab: Karena engkau telah merobohkan bangunan akhiratmu dan membangun duniamu. Engkau tidak suka berpindah dari bangunan yang megah menuju bangunan yang telah roboh. Sulaiman bertanya lagi: Wahai Abu Hazim bagaimana cara datang kepada Allah?. Dijawab: Wahai Amirul Mukminin, orang yang berbuat ihsan (kebaikan) ketika kembali kepada Allah layaknya orang yang bepergian yang kembali kepada keluarganya. Sedangkan orang yang berbuat keburukan, ia kembali seperti hamba sahaya yang kabur dari tuannya lalu kembali padanya. Mendengar hal itu Sulaiman menangis, seraya berkata: Sungguh gembira jika aku merasakan keadaanku di sisi Allah. Abu Hazim berkata: Hadapkan dirimu kepada kitabuLlah, ketika Dia berfirman:
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (13) وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka jahim (QS. al-Infithar: 13-14)
Sulaiman berkata: Dimanakah gerangan rahmat Allah? Abu Hazim menjawab: Dekat dengan orang-orang ihsan (berbuat kebaikan). Sulaiman bertanya: Wahai Abu Hazim, siapa hamba Allah yang paling mulia?. Dijawab: Para pelaku kebajikan dan takwa. Sulaiman bertanya: Amal kebajikan apa yang paling utama?: Dijawab: Menjalankan yang wajib dan menjauhi yang haram. Sulaiman bertanya: Ucapan apa yang paling didengar?. Dijawab: Ucapan yang hak di hadapan orang yang engkau takuti dan engkau harapkan. Sulaiman bertanya: Siapa mukmin yang paling merugi?. Dijawab: Orang yang berbuat salah karena keinginan saudaranya, sedang ia adalah orang yang zalim. Kemudian ia menjual akhiratnya dengan dunia. Sulaiman bertanya: Apa pandanganmu mengenai apa yang kami lalukan?. Dijawab dengan balik bertanya oleh Abu Hazim: Apakah engkau akan memaafkanku? Dijawab: Tentu saja, karena ucapanmu adalah nasihat buatku. Abu Hazim melanjutkan ucapannya: Sesungguhnya bapak-bapakmu telah memaksa manusia dengan pedang, mengambil kekuasaan secara paksa tanpa bermusyawarah dengan kaum muslimin dan tanpa keridhaan mereka. Bahkan membunuh sebagian mereka, dan sebagiannya melarikan diri. Andai saja engkau merasakan apa yang mereka katakan dan apa yang dikatakan perihal mereka. Salah seorang yang hadir di majlis tersebut berkata: Sungguh buruk ucapanmu. Abu Hazim menjawab: Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dengan para ulama, agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak boleh menyembunyikan (Nasehat Ulama untuk penguasa hlm. 123-124. Terjemahan kitab al Islam bainal ‘Ulama wal hukkam)
Karena Khilafah adalah Negara yang akan menerapkan syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia maka struktur Khilafah akan di banyak diisi oleh orang yang faqih fi dien (ulama). Seseungguhnya ini adalah bukti bahwa hanya Khilafah yang dapat memuliakan ulama.
Seorang khalifah disyaratkan adalah seorang yang alim (memahami ilmu-ilmu syariat). Meski para ulama berbeda pendapat mengenai apakah harus sampai derajat mujtahid atau tidak. Pendapat yang dirajihkan Syaikh Abdullah bin ‘Umar ad Dumaiji menrajihkan pendapat yang tidak mesyaratkan harus mujtahid. Meski tetap harus menguasai ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu lain karena hal itu adalah bagian dari tuntutan tugas sebagai seorang khalifah (al-Imamah al-‘uzhma ‘inda ahl sunnah wal jama’ah hlm. 254-258). Dalam kitab Ajhizah daulah al-Khilafah fil hukmi wal idarah syarat mujtahid merupakan syarat afdhaliyah atau syarat keutamaan bukan syarat mutlak/sah (Ajhizah Daulah al-Khilafah fil hukmi wal idarah hlm. 25). Seorang khalifah juga dipilih dan dibai’at oleh ahlul halli wal aqdi/ahlul ikhtiyar (dewan pemilih) yang merupakan representasi umat. Ahlul halli wal aqdi adalah para ulama yang wara’ yang mememenuhi syarat ‘adalah/adil, berilmu dan memiliki hikmah/kebijaksaan. (al-ahkam as-sulthaniyyah hlm. 4, Maktabah Syamilah)
Demikian pula seorang khalifah akan dibantu para mua’win tafwidh (pembantu khalifah di bidang pemerintahan), para wali (kepala daerah tingkat provinsi), para ‘amil (kepada daerah tingkat kabupaten) yang di antaranya wajib memenuhi syarat berilmu, yaitu menguasai ilmu-ilmu syariah. Bahkan jika perlu seorang mujtahid sebagai syarat keutamaan sebagaimana syarat seorang khalifah (Ajhizah Daulah al-Khilafah fil hukmi wal idarah hlm. 59). Mengapa demikian? Karena Negara Khilafah adalah Negara yang menerapkan syariat maka baik khalifah, mua’win tafwidh, hingga para wali dan amil haruslah orang-orang yang memiliki pemahaman ilmu-ilmu syariat yang memadai. Siapakah mereka? Tidak lain adalah para ulama.
Nabi saw telah memilih para wali dari orang-orang yang yang paling baik dalam pemerintahan, ahlul ilmi wat taqwa, dan yang paling baik amalnya dalam melayani. Dari Sulaiman bin Buraidah dari Ayahnya, kerkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا
Rasul saw. Jika mengangkat seorang amir pasukan atau datasemen senantiasa berpesan khususnya kepada mereka agar bertakwa kepada Allah dan kepada kaum muslimin yang ikut bersamanya agar berbuat baik (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika akan mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai Wali, beliau menanyainya:
كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ وَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ
“Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang dihadapkan kepadamu?” Mu’adz menjawab, “Saya akan memutuskan menggunakan Kitab Allah.” Beliau bersabda: “Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Beliau bersabda lagi: “Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta dalam Kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Saya akan berijtihad menggunakan pendapat saya, dan saya tidak akan mengurangi.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menepuk dadanya dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah.” (HR. Abu Dawud no. 3119 dan at-Tirmidzi no. 1249)
Demikian pula para qadhi (hakim peradilan) mereka semua adalah orang-orang yang memahami ilmu-ilmu syariat (ulama). Mulai dari qadhi khushumat (sengketa pidana), qadhi hisbah (muhtasib, qadhi yang memutuskan pelanggaran hak-hak masyarkat umum), hingga kepala qadhi (qadhi qudhat) semuanya adalah orang-orang yang faqih fid dien. Bahkan kepala qadhi dan para qadhi madzalim yang menjadi anggota mahkamah mazhalim (peradilan karena kedzaliman penguasa) haruslah seorang mujtahid (Ajhizah Daulah al-Khilafah fil hukmi wal idarah hlm. 113)
Demikianlah. Hanya dengan Khilafah sosok ulama yang mulia akan dimuliakan. Wallahu a’lam bi shawab

Post a Comment for "Khutbah Jumat : Hanya Khilafah yang Muliakan Ulama"